Sebentar lagi, kita akan merayakan hari Minggu Palma.
Menurut kebiasaan liturgis, pada hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati
dan digunakan oleh umat dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi.
Daun palma yang dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan
lagu-lagu yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan
Yesus di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja damai.
Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk ritus
pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain palma, misalnya
janur, atau ranting-ranting pohon lain?
Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita
tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota
Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang
banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:
Mt 21:8 “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya
menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari
pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”.
Mrk 11:8 “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di
jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari
ladang”.
Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak
itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak
menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga
adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan
dilambaikan.
Luk 19:36 “Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu
mereka menghamparkan pakaiannya di jalan”. Lukas tidak menceriterakan bahwa
para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan
memegang daun palma.
Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah
Yohanes 12:13 “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi
menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama
Tuhan, Raja Israel!” Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu
menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan
serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil
Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu
peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang
dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan
merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang
sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: “Kemudian dari
pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang
tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan
bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah
putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring
mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi
Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar
abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari
Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki
kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit
zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman
Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu
mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam
perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan
seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh)
dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti
mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang
diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau
ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan
palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.
Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa
(sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini
digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar
sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula
janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada
keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.
Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu
Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih
sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu
sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun
palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai
oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut
kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di
dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari
daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat
mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah
Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok
bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama
sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang
Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini
janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.
P. Bernardus Boli Ujan, SVD
Sumber : http://katolisitas.org/
Post a Comment Blogger Facebook