Paroki St. Arnoldus Janssen

Paroki St. Arnoldus Janssen
 

Tanda salib ini mengandung arti yang sangat mendalam yaitu :

  1. kemanunggalan dari Allah Trinitas, 
  2. salib menunjukkan keadilan Allah, yang menunjukkan betapa kejamnya akibat dosa kita, sehingga Allah sendiri yang menebusnya dengan wafat-Nya di salib itu (lih. Gal 3:13); 
  3. salib menunjukkan kasih Allah yang terbesar, yaitu bahwa Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (Yoh 15:13) agar kita dapat diselamatkan dan memperoleh hidup yang kekal (Yoh 3:16); 
  4. salib yang merupakan tanda keselamatan dan kemenangan orang-orang Kristen, yang disebabkan oleh kemenangan Kristus atas dosa dan maut.

Jadi tanda salib ini merupakan lambang yang berdasarkan Alkitab (lih. Yeh 9:4, Kel 17:9-14, Why 7:3, 9:4 dan 14:1), dan bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Yesus. Bahkan Rasul Paulus sendiri bermegah dengan pewartaan salib Kristus (Gal 6:14), sehingga wajarlah jika kita sebagai pengikut Kristus membawa makna tanda salib ini kemanapun kita berada.

Menurut sejarah, diketahui bahwa Tanda Salib memang merupakan tradisi jemaat awal, yang dimulai sekitar abad ke-2 berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja, terutama Tertullian, yang dilanjutkan oleh St. Cyril dari Yerusalem, St. Ephrem dan St Yohanes Damaskus. Jadi walaupun kita tidak membaca ajaran mengenai tanda salib ini dilakukan oleh para rasul di dalam Alkitab, namun bukan berarti bahwa tanda salib ini tidak berdasarkan Alkitab.

Sebab, biar bagaimanapun, makna yang terkandung dalam pembuatan tanda salib ini terpusat pada Kristus, untuk mengingatkan para beriman akan keselamatan yang dapat diperoleh oleh jasa Kristus yang tersalib dan bangkit. Maka tanda salib ini bagi umat Kristen adalah tanda yang harus kita bawa kemanapun sebagai tanda yang mengingatkan kita kepada salib Kristus yang menyelamatkan kita. Tradisi ini serupa dengan tradisi bangsa Yahudi yang memakai “tefilin” yaitu semacam kotak hitam yang berisi naskah Alkitab, yang mereka ikatkan di dahi mereka, sebagai pelaksanaan dari perintah dalam kitab Ul 6:4-8: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu…” Tanda di dahi ini juga disebutkan di dalam kitab Yeh 9:4.

Tanda Salib menurut Para Bapa Gereja

Maka bagi umat Kristiani, tradisi membuat tanda salib ini sudah berakar sejak lama, bahkan dari Alkitab Perjanjian Lama, dan juga Perjanjian Baru, yaitu dari kitab Wahyu Why 7:3; 9:4; 14:1. Berakar dari ajaran Kitab Suci inilah, maka Para Bapa Gereja mengajar demikian:
  • Tertullian (abad 2) mengajarkan dalam De cor Mil, iii: “Dalam perjalanan kita dan pergerakan kita, pada saat kita masuk atau keluar, ….. pada saat berbaring ataupun duduk, apapun pekerjaan yang kita lakukan kita menandai dahi kita dengan tanda salib.”
  • St. Cyril dari Yerusalem (315-386) dalam Catecheses (xiii, 36)  mengajarkan, “Maka, mari kita tidak merasa malu untuk menyatakan Yesus yang tersalib. Biarlah tanda salib menjadi meterai kita, yang dibuat dengan jari-jari kita, di atas dahi … atas makanan dan minuman kita, pada saat kita masuk ataupun keluar, sebelum tidur, ketika kita berbaring dan ketika bangun tidur ketika kita bepergian ataupun ketika kita beristirahat.”
  • St. Ephrem dari Syria (373) mengajarkan, “Tandailah seluruh kegiatanmu dengan tanda salib yang memberi kehidupan. Jangan keluar darin pintu rumahmu sampai kamu menandai dirimu dengan tanda salib. Jangan mengabaikan tanda ini, baik pada saat sebelum makan, minum, tidur, di rumah maupun di perjalanan. Tidak ada kebiasaan yang lebih baik daripada ini. Biarlah ini menjadi tembik yang melindungi segala perbuatanmu, dan ajarkanlah ini kepada anak-anakmu sehingga mereka dapat belajar menerapkan kebiasaan ini.”
  • St. Yohanes Damaskus (676-749) mengajarkan, “Tanda salib diberikan sebagai tanda di dahi kita, …. sebab dengan tanda ini kita umat yang percaya dibedakan dari mereka yang tidak percaya.”

Memang dalam hal cara membuat tanda salib itu terjadi perkembangan, karena pada awalnya tanda salib hanya dibuat di dahi saja, namun kemudian diajarkan juga untuk membuat tanda salib di mulut (St Jerome, Epitaph Paulae) dan di hati (Prudentius, Cathem., vi, 129). Tanda salib seperti yang kita kenal sekarang, yang secara jelas diajarkan oleh Paus Innocentius III (1198–1216), seperti demikian:

“The sign of the cross is made with three fingers, because the signing is done together with the invocation of the Trinity. … This is how it is done: from above to below, and from the right to the left, because Christ descended from the heavens to the earth, and from the Jews (right) He passed to the Gentiles (left). Others, however, make the sign of the cross from the left to the right, because from misery (left) we must cross over to glory (right), just as Christ crossed over from death to life, and from Hades to Paradise. [Some priests] do it this way so that they and the people will be signing themselves in the same way. You can easily verify this — picture the priest facing the people for the blessing — when we make the sign of the cross over the people, it is from left to right…“

Cara membuat tanda salib

Memang terdapat beberapa cara untuk membuat tanda salib. Yang terpenting di sini adalah makna yang ingin disampaikannya, dan penghayatan orang yang membuat tanda salib ini. Maka cara yang mendetail sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah, seperti apakah membuatnya dengan dua jari (jari penunjuk dan jari tengah, yang melambangkan dua kodrat Yesus, yaitu Allah dan manusia) atau tiga jari (yang melambangkan Trinitas), atau kelima jari (melambangkan kelima luka-luka Yesus di kayu salib). Atau arah salibnya ke kanan dulu baru kiri (seperti yang dilakukan Gereja-gereja Timur dan Orthodox) atau ke kiri dahulu baru ke kanan (seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik Roma).
Umumnya caranya adalah demikian:

Dengan dua atau tiga (atau lima jari) jari tangan kanan di dahi (sambil mngucapkan: “Atas nama Bapa”), tangan kemudian ke dada -melambangkan hati atau ke perut -menunjuk kepada luka Yesus di perut-Nya ataupun rahim di mana Yesus dikandung oleh Bunda Maria (sambil mengucapkan “dan Putera”, kemudian tangan menuju ke bahu kiri dan kanan (sambil mengucapkan “dan Roh Kudus” Amin). Dan tangan kembali terkatup.

Kapan kita membuat tanda salib?
  1. Pada saat sebelum dan sesudah kita berdoa.
  2. Ketika kita melewati setiap bangunan gereja Katolik, untuk menghormati kehadiran Tuhan Yesus di dalam tabernakel.
  3. Ketika memasuki gereja (membuat tanda salib dengan air suci)
  4. Saat-saat sedang menghadapi ketakutan ( misalnya: ketika kita mendengar sirine ambulans, mobil kebakaran) ataupun ketika menerima kabar duka cita orang yang meninggal.
  5. Ketika kita melihat Salib Kristus, ataupun di saat- saat lain untuk menghormati Kristus, memohon pertolongan-Nya,
  6. Ketika hendak mengusir godaan, ketakutan maupun mengusir pengaruh kuasa jahat.
  7. Ketika ayah, sebagai imam dalam keluarga memberkati anak-anaknya, ia dapat menandai anak-anaknya dengan tanda salib di dahi mereka, misalnya sebelum anak-anak berangkat ke sekolah atau sebelum mereka tidur pada waktu malam hari.

Semoga kita dapat menghayati makna tanda salib ini, dan menjadikan tanda salib sebagai bagian dari hidup kita sendiri. Setiap kita membuat tanda salib kita mengingat dan menhormati Kristus yang oleh kasih-Nya rela menyerahkan hidup-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Semoga kita dapat berkata bersama dengan Rasul Paulus, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” (Gal 6:14)

Sumber : http://katolisitas.org/


Post a Comment Blogger

 
Top