Paroki St. Arnoldus Janssen

Paroki St. Arnoldus Janssen
 

Untuk membuktikan bahwa Yesus bangkit pada hari ke-tiga seperti dikatakan-Nya, kita perlu mengetahui hari wafat-Nya.

1. Hari penyaliban Yesus dan penguburan-Nya jatuh pada hari Jumat

Kitab Suci mengatakan demikian:
  • “Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan, yaitu hari menjelang Sabat.” (Mrk 15:42)
  • “And when evening had come, since it was the day of Preparation, that is, the day before the sabbath...” (Mrk 15:42, RSV)

Ayat ini menjadi ayat kunci untuk memahami pada hari apakah Yesus wafat dan langsung dikuburkan (lih. Mat 27:57-64; Mrk 15:42-47; Luk 23:50-56; Yoh 19:31-42). Injil Markus sendiri mendefinisikan hari persiapan sebagai hari sebelum hari Sabat. Jika para ahli Kitab Suci menyebutkan bahwa hari Sabat Yahudi adalah hari Sabtu (hari ketujuh), maka hari sebelum Sabat adalah hari Jumat. St. Matius juga menyebutkan bahwa keesokan harinya (setelah Yesus wafat itu) adalah hari sesudah hari persiapan (Mat 27:62). Dengan demikian apa yang disampaikan Injil Markus sesuai dengan yang disampaikan oleh Injil Matius.

Untuk mengetahui bahwa “Hari Persiapan” (Yunani Paraskeue / LatinParasceve) itu adalah hari Jumat, kita mengacu kepada apa yang tertulis dalam Kitab Yudit (Yud 8:6) dan Makabe (2 Mak 8:26); di mana hari sebelum hari Sabat telah dianggap sebagai hari khusus untuk mempersiapkan hari Sabat. Ahli sejarah Josephus (Antiquities of the Jews 16:163), demikian juga tulisan Bapa Gereja, yaitu Didache (8:1) and the Martyrdom of Polycarp (7:1), juga mengatakan hal serupa, bahwa hari persiapan mengacu kepada hari Jumat, yaitu hari ke-enam.

Maka mayoritas/hampir semua ahli Kitab Suci, baik dari kalangan Katolik maupun Protestan, juga meyakini bahwa Yesus wafat pada hari Jumat, dan hal ini sudah diterima sampai sekitar 2000 tahun:
  • “Keempat Injil sepakat, sebagaimana juga keseluruhan Tradisi Gereja bahwa Kristus wafat pada hari Jumat” (Warren Carroll, The Founding of Christendom, (Christendom Press: 1985), p. 366)
  • “Kata terakhir “persiapan”, dapat berarti “hari persiapan” (Mrk 15:42; Mat 27:62; Yoh 19:14,31,42). Ini mengacu kepada hari pada pekan Yahudi, tepat sebelum Sabat (yaitu Kamis malam sampai Jumat malam) … Di sini maksudnya pastilah Jumat, sebagaimana frasa berikutnya jelas menyebutkannya [Luk 23:540.” (I. Howard Marshall, The Gospel of Luke, (Wm. B. Eerdmans Publishing Co: 1978), p. 881)
  • “Kenyataan harus dihadapi bahwa tidak ada contoh lain tentang penerapan [Hari Persiapan dalam bahasa Yunani] disebutkan mengacu kepada hari lain kecuali hari Jumat. Sebab penyebutan hari Jumat, dihubungkan dengan Sabat (lih. Josephus, Ant 16.163) dan dari teks di abad ke-2 (Didache 8.1; Martyrdom of Polycarp 7.1). Bukti bahwa istilah tersebut digunakan untuk hari Jumat harus diterima.” (Leon Morris, The Gospel According to John, (Wm. B. Eerdmans Publishing Company:1995), p. 687)


2. Hari Kebangkian Kristus jatuh pada hari Minggu

Injil mencatat bahwa Yesus mengatakan kepada para murid-Nya bahwa Ia akan dianiaya oleh para tua-tua/ imam kepala Yahudi, dibunuh dan dibangkitkan pada hari yang ketiga (lih. Mat 16:21; 17:23; 20:19; Luk 9:22; 18:33; 24:7,46; Kis 10:40; 1 Kor 15:4).
  • “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Mat 16:21)
  • “….Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci.” (1 Kor 15:4)
Sehingga frasa “pada hari yang ketiga” menjadi frasa utama yang menentukan untuk memahami hari kebangkitan Yesus. Nah, di point 1 telah dibuktikan bahwa hari wafat Yesus jatuh pada hari Jumat. Kini untuk menghitungnya kita mengacu kepada cara menghitung hari menurut kebiasaan Yahudi, yaitu secara inklusif, maka hari Jumat tersebut (yaitu hari Yesus dibunuh dan dikubur) dihitung sebagai hari pertama, sehingga hari yang ketiga jatuh pada hari Minggu. Yesus wafat di hari Jumat jam 3 siang, sebelum hari Sabat (Sabtu). Maka penghitungan dimulai hari Jumat (hari pertama, walau hanya beberapa jam sebelum jam 6 sore), hari Sabtu (hari kedua) dan hari Minggu (hari ketiga).

Kitab Suci bahasa Inggris versi The New Living Translation yang dikeluarkan baru-baru oleh kelompok Evangelikal bahkan menerjemahkan demikian:
  • “It was early on Sunday Morning when Jesus rose from the dead .…” (Mrk 16:9, NLT)
Frasa tersebut diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah:
  • “Setelah Yesus bangkit pagi-pagi pada hari pertama minggu itu…. (Mrk 16:9)
Sebab menurut perhitungan Yahudi hari pertama minggu adalah hari Minggu. Maka jelas Kitab Suci menyatakan bahwa pada hari ketiga itu jatuh pada hari pertama minggu itu yaitu hari Minggu.


3. Arti “tiga hari tiga malam” dalam perhitungan Yahudi

Orang-orang yang mempermasalahkan hari wafat dan kebangkitan Yesus ini, umumnya mengambil dasar ayat-ayat Kitab Suci yang menyebutkan bahwa Kristus bangkit “sesudah tiga hari” (Mat 27:63; Mk 8:31; 9:31; 10:34).

Memang Kitab Suci menyebutkan frasa “tiga hari tiga malam”, “sesudah tiga hari”, atau “dalam tiga hari”, yang mengacu kepada kebangkitan Yesus:
  • “Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.” (Mat 12:29-40, Bdk. Yun 1:17; Lk 11:30)
  • “Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkitsesudah tiga hari.” (Mrk 8:31)
  • “Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” (Yoh 2:19, Bdk Mt 26:61; Mt 27:40; Mk 14:58; Mk 15:29).
Namun frasa ini tidak untuk diartikan sebagai 3x 24 jam menurut pola pikir masyarakat zaman sekarang, sehingga menjadi 72 jam. Mengapa? Karena jika diartikan demikian, justru malah tidak sesuai dengan penyebutan hari yang sudah jelas dan eksplisit disebutkan dalam Kitab Suci, yaitu bahwa Yesus wafat dan dikubur pada hari Jumat (hari persiapan Sabat), yang dengan cara penghitungan inklusif menunjukkan hari ketiga jatuh pada hari Minggu. Jika dipaksakan 3x 24 jam dihitung sejak hari Jumat, maka konsekuensinya Yesus bangkit pada hari Senin atau hari ke-empat. Namun bukan ini yang ditulis secara eksplisit dan berulang-ulang dalam Kitab Suci, yaitu bahwa Yesus bangkit pada hari ketiga, dan itu jatuh pada hari pertama minggu itu.

Ada juga hipotesa sejumlah orang yang mengatakan bahwa Yesus wafat pada hari Rabu, lalu dari hari Rabu ditambahkan 3×24 menjadi hari Sabtu sore atau Minggu dinihari. Tetapi ini malah tidak cocok dengan frasa “pada hari yang ketiga” sebab dengan hipotesa perhitungan ini, maka Yesus bangkit pada hari yang ke-empat, atau malah kelima.

Mungkin bagi sejumlah orang, frasa ‘hari yang ketiga’, artinya berbeda dengan ‘sesudah tiga hari’, atau ‘tiga hari tiga malam’. Namun menurut pemahaman dan gaya bahasa Yahudi, ketiga frasa tersebut artinya sama saja. Ini kita ketahui dari Injil Matius:

“Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus, dan mereka berkata: “Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama.” (Mat 27:62-64)

Selain itu, kunci untuk mengetahui bahwa hari yang ketiga itu jatuh pada hari pertama minggu (hari Minggu) juga disebutkan dalam penampakan Yesus kepada dua murid-Nya ke Emaus. Dikatakan di sana, bahwa sore itu tetap masih hari yang ketiga (bukan hari keempat atau kelima), sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa penampakan Yesus itu terjadi pada hari yang sama dengan hari kebangkitan-Nya, yaitu hari pertama minggu itu (lih. Luk 24:1,13). Dengan demikian, perikop ini saja (Luk 24:1, 13-27) membuktikan bahwa Yesus wafat pada hari Jumat dan bangkit pada hari Minggu (hari pertama minggu itu).
  • “Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: “Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?…. Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi.” (Luk 24:18-21)
  • “Concerning Jesus of Nazareth, who was a prophet mighty in deed and word before God and all the people, and how our chief priests and rulers delivered him up to be condemned to death, and crucified him….it is now the third day since this happened…”  (Luke 24:18-21 RSV)
Yesus wafat hari Jumat jam 3 siang sebelum hari Sabat jam 6 sore, ini sudah dihitung 1 hari (hari pertama). Hari Sabat (dari Jumat sore-Sabtu sore) dihitung 1 hari (hari kedua). Dari hari Sabtu sore sampai hari keesokan harinya pagi-pagi benar ketika para wanita menemukan Yesus telah bangkit, dihitung 1 hari (hari ketiga). Maka frasa “sesudah tiga hari” dan “sampai hari ketiga” adalah sama artinya (lih. Mat 27:62-), semikian juga “pada hari ketiga” (te trite hemera) dan “setelah tiga hari” (meta treis hemeras), seperti terlihat dalam teks Mat 16:21 dan Mrk 8:31.

Jadi ‘tiga hari tiga malam’ SAMA artinya dengan ‘tiga hari’. Kita mengetahui prinsip ini antara lain dari penjabaran tentang lamanya Yesus berpuasa, yang disebut dalam Injil Matius sebagai “empat puluh hari dan empat puluh malam” (Mat 4:2), sedangkan pada perikop paralelnya yaitu Injil Lukas, dikatakan bahwa Yesus berpuasa “empat puluh hari lamanya” (Luk 4:2). Dari sini kita ketahui bahwa jika empat puluh hari empat puluh malam = empat puluh hari lamanya, maka dengan prinsip yang sama, tiga hari tiga malam = tiga hari, yang disebut sebagai hari ketiga ataupun setelah tiga hari. Ayat-ayat lain dalam Kitab Suci yang menunjukkan bahwa ‘tiga hari lamanya’ sama dengan ‘pada hari yang ketiga’ terdapat dalam Kitab Ester (Est 4:16-17 – 5:1)

Konsekuensi penghitungan hari secara inklusif ini, mengakibatkan bahwa jangka waktu seminggu yang telah lewat sama artinya dengan “delapan hari kemudian” (lih. Yoh 10:26). Sebab hari kejadian [yaitu hari kebangkitan Yesus dan penampakan-Nya kepada para murid-Nya], dihitung sebagai hari pertama; sehingga maksudnya adalah seminggu telah lewat sehubungan dengan kejadian tersebut. Menurut cara penghitungan Yahudi hari Minggu ke hari Minggu berikutnya adalah delapan hari. Maka, jika dari hari Minggu ke Minggu dikatakan sebagai “delapan hari kemudian” atau sesudah delapan hari, maka dari hari Jumat ke Minggu dikatakan sebagai “tiga hari kemudian” atau sesudah tiga hari.

Maka dengan membaca ayat-ayat Kitab Suci tentang bagaimana cara orang Yahudi menghitung hari, kita ketahui bahwa cara mereka menghitung hari adalah secara inklusif, di mana hari kejadian walaupun kurang dari satu hari, tetap dihitung sehari penuh.  Dengan demikian, “sesudah tiga hari” atau “tiga hari tiga malam” tidak perlu harus berarti tiga hari penuh atau 72 jam. Penghitungan hari menurut cara Yahudi ini juga dapat dilihat dari penulisan catatan sejarah Yahudi di abad pertama oleh Josephus (Antiquities 7:280f; 8:214/218; 5:17), juga dari “Jewish Talmud” dan “The Babylonian Jerusalem Talmud (The Commentaries of the Jews)“. Mengingat Kitab Suci ditulis dengan latar belakang budaya/ pemahaman Yahudi, kita harus menerima keseluruhan cara penghitungan hari menurut kebiasaan Yahudi, yaitu baik bahwa hitungan hari yang dimulai jam 6 sore sampai 6 sore berikutnya, maupun cara menghitung jumlah hari secara inklusif tersebut (bahwa beberapa jam sebelum jam 6 sore sudah dihitung satu hari penuh). Kita tidak bisa mengadopsi hanya sebagian, yaitu menghitung hari mulai jam 6 sore sampai jam 6 sore berikutnya, tetapi menghitung jumlah hari sesuai pengertian pribadi pada zaman sekarang. Pemahaman macam ini tidak cocok dengan pemahaman Yahudi yang dengannya Kitab Suci dituliskan, dan membuat orang menjadi salah paham.

Sumber : Katolisitas.org

Post a Comment Blogger

 
Top